Ketahui, Ini Pola Dugaan Komitmen Fee Proyek PL Pokir DPRD Ketapang Dikelola

Program Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Ketapang kembali disorot karena dugaan adanya komitmen fee dalam proyek penunjukan langsung (PL).
Program Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Ketapang kembali disorot karena dugaan adanya komitmen fee dalam proyek penunjukan langsung (PL).
Ketapang - Setiap anggota DPRD Ketapang menerima jatah program pokok pikiran (Pokir) dua kali dalam setahun. Program pokir ini tertuang dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) murni dan APBD Perubahan (APBD-P). 

Informasi yang diperoleh, anggota dewan Ketapang dapat patokan anggaran Pokir sebesar Rp 4 miliar. Sedangkan unsur pimpinan bisa lebih, antara  6 sampai 10 miliar. Jumlah ini akumulasi dari APBD murni dan APBD Perubahan.

Kegiatan pokir ini biasanya dibuat dalam program kegiatan yang kebanyakan berbentuk proyek penunjukan langsung (PL) dengan nilai Rp 150 juta sampai Rp 200 juta. Selain PL, Ada juga beberapa pokir dalam bentuk hibah atau bantuan ke beberapa rumah ibadah ataupun kelompok masyarakat tertentu. 

Pokir dewan ini diurus serta dikelola oleh seorang warga yang disebut dengan istilah operator. Operator inilah yang aktif berhubungan dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) maupun pejabat pembuat komitmen (PPK). 

Di lembaga DPRD, para operator dewan swasta ini dikoordinir oleh seorang PNS. Kabarnya, PNS ini dibawah perintah langsung oleh ketua DPRD untuk mensinkronkan program pokir para anggota. 

Dari operator inilah, disinyalir pola komitmen fee yang diterima oleh anggota DPRD saat proyek-proyek sudah berjalan. Isunya, komitmen ini sebesar 15 sampai 20 persen per paket proyek PL. 

Seorang sumber anggota DPRD periode 2019-2024, yang meminta identitas tidak disebutkan menceritakan pengalaman selama menjabat sebagai anggota DPRD terutama soal program Pokir. 

Ia mengatakan, walau, secara detail, jumlah yang diterima tiap-tiap anggota DPRD terkait pokir tidak ia ketahui, tetapi soal angka 3 sampai 6 miliar itu bukanlah cerita. Angka itu dapat diselidiki. 

Menurut dia, program pokir dimasukan dalam rencana pembangunan daerah melalui sistem informasi pembangunan daerah (SIPD) yang berada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Ia bilang, melalui orang yang disebut operator, pokir dimasukan dalam SIPD dimaksud. 

"Sistem ini memiliki pasword, hanya operator yang ditunjuk oleh dewan untuk berkomunikasi dengan Bappeda untuk menginput data-data pokir" kata sumber pada, Selasa (26/07/2025) saat dihubungi Borneotribun melalui telepon.

Menurutnya, pada masanya menjadi dewan, sesuai kesepakatan dengan pihak eksekutif, setiap anggota DPRD Ketapang menerima jatah pokir sebanyak Rp 3 miliar. Sedangkan untuk pimpinan bisa lebih, antara 5 sampai 7 miliar. 

"Jatah anggota dengan pimpinan beda. Di periode tahun terakhir (2024), jatah pokir saya 2.8 miliar. Pokir hasil reses saya yang saya masukan ke beberapa dinas. Jadi walau dipatok 3 M namun realisasi kekadang kurang dari itu," katanya.

Selanjutnya, saat pokir sudah tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan kegiatan sudah tertuang dalam daftar pengguna anggaran (DPA), tugas operator untuk mensinkronkan dengan dinas dimana pokir itu berada. 

"Operator berhubungan langsung dengan dinas terutama soal kegiatan-kegiatan aspirasi. Setiap dewan, punya satu orang operator yang kendalikan kegiatan aspirasi, seperti hal-hal teknis. Jadi dewan sebenarnya tidak tahu karena tidak berhubungan langsung dengan dinas, paling-paling dewan tertentu yang konek by phone," tuturnya.

Jadi, lanjutnya, karena banyaknya usulan masyarakat hasil reses yang perlu diperjuangkan, anggaran dimaksud kekadang dibuat dalam banyak usulan. Usulan itu biasanya ke beberapa dinas, tidak masuk secara khusus ke bidang bidang pada dinas tertentu. 

"Saya kira tidak mungkin numpuk usulan aspirasi ke satu dinas atau satu bidang, biasanya menyebar ke beberapa dinas. Banyak program bahkan sampai hibah dan bansos," katanya. 

Terkait dengan dugaan penerimaan komitmen fee, ketua Gapensi Ketapang Alfian mengatakan kalau kontraktor harus membayar fee 15 persen dari nilai kontrak dengan pola pembayaran dimuka jika mau mengerjakan proyek tertentu terutama jenis paket PL. 

"Beberapa perusahaan ada yg berkontrak secara bersama melebihi kemampuan perusahaan (KP) tahun (2024). Untuk tahun 2025 ini diharapkan jangan terulang lagi, jangan ada setoran-setoran kalau mau dapat PL," kata Alfian kepada media yang terbit semalam.

Program pokir ini selalu menjadi momok terutama di kalangan kontraktor yang tidak memiliki afiliasi dengan anggota dewan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) ataupun pejabat pengadaan barang dan jasa. 

Kontraktor profesional mengeluhkan sulitnya mengakses info soal jenis-jenis pekerjaan yang bakal dilakukan karena tersandera pokir. Pejabat pengadaan barang jasa maupun PPK seolah olah memiliki trik untuk menolak kontraktor lepas untuk masukan minat penawaran pekerjaan. Para pemegang kegiatan selalu berujar kalau di tempat mereka yang masuk hanya pikir milik dewan. 

"Keterbukaan jumlah paket terkesan disembunyikan," ujar Alfian.

Beberapa pejabat Pemda seperti Sekretaris Daerah (Sekda), Repalianto. Kepala Bappeda Harto dan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heronimus Franseda sudah berulang kali dihubungi untuk diminta informasi seputar dana Pokir. Sampai sejauh ini, tidak diperoleh keterangan apapun dari mereka.
Reporter: Muzahidin
Tinggalkan Komentar anda Tentang Berita ini